Bareskrim Naikkan Kasus Kayu Gelondongan di Banjir Tapsel ke Penyidikan

Gelondongan kayu di Desa Garoga, Tapanuli Selatan yang hilang ditelan banjir dan longsor, Sabtu (6/12/2025)(Foto: Dok. KOMPAS)

PARBOABOA, Jakarta - Banjir besar yang melanda Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik dan duka bagi warga.

Peristiwa yang menyeret kayu-kayu gelondongan hingga memenuhi aliran sungai itu justru memunculkan tanda tanya besar: apakah bencana ini murni akibat faktor alam, atau ada campur tangan manusia melalui aktivitas ilegal di kawasan hutan?

Menjawab keraguan publik, Bareskrim Polri akhirnya resmi menaikkan penanganan kasus tersebut ke tahap penyidikan.

Dalam konferensi pers daring pada Rabu (10/12/2025), Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Mohammad Irhamni, menegaskan bahwa penyidikan kini difokuskan pada dua lokasi yang dianggap paling krusial, yakni Garoga dan Anggoli.

"Yang jelas untuk di TKP Garoga dan Anggoli sudah kami naikkan ke proses penyidikan," ujar Irhamni, menandai langkah baru Polri dalam mengungkap potensi tindak pidana di balik bencana yang memakan banyak kerugian material tersebut.

Sejak awal, penyidik bekerja lintas instansi dan menggandeng para ahli untuk mengumpulkan bukti-bukti.

Fokusnya adalah memastikan apakah banjir itu memang murni fenomena alam atau justru dipicu aktivitas manusia—mulai dari ketidakpatuhan terhadap aturan pengelolaan hutan hingga kegiatan korporasi yang melampaui batas.

“Kami sedang bekerja keras untuk mencari bukti bahwa apakah ada peristiwa pidana dari bencana alam ini. Kami telusuri dari TKP, kami bekerja berdasar alat bukti tentunya, alat bukti ini harus kita uji dengan laboratorium," kata Irhamni.

Salah satu pusat perhatian adalah kayu-kayu gelondongan yang ditemukan dalam jumlah besar di lokasi bencana.

Untuk memastikan sumbernya, penyidik menelusuri apakah kayu tersebut berasal dari dalam kawasan hutan, luar kawasan hutan, atau bahkan dari aktivitas pembalakan liar.

Temuan di lapangan semakin menguatkan dugaan bahwa ada aktivitas ilegal yang berhubungan dengan banjir tersebut.

Penyelidik menemukan adanya sejumlah bukaan lahan, serta jenis kayu yang identik di dua wilayah berbeda—Garoga dan Anggoli.

Temuan ini membuka kemungkinan adanya jaringan yang mengelola kegiatan penebangan di wilayah tersebut.

"Kemudian apa yang disampaikan Kombes Fredya selaku penyelidik tadi menyebutkan telah menemukan beberapa bukaan, kemudian jenis-jenis kayu itu identik yang ditemukan di TKP Garoga dan Anggoli," jelas Irhamni.

Di lapangan, alat berat berupa dua ekskavator dan satu dozer juga ditemukan. Temuan ini menjadi bukti awal adanya aktivitas terstruktur yang mungkin melibatkan pihak perorangan maupun korporasi.

“Pertanggungjawaban pidana tentunya, akan kita cari siapa yang melakukan, siapa yang menyuruh melakukan, atau bersama dengan siapa peristiwa itu dilakukan," tegasnya.

Sebelumnya, pada Senin (8/12/2025), penyidik telah mengambil 27 sampel kayu gelondongan di sekitar Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru.

Posko penyidik didirikan sekitar 3 km dari TKP, police line telah dipasang, dan sejumlah saksi termasuk Kepala Desa Garoga telah diperiksa. Para ahli juga dilibatkan untuk mengidentifikasi jenis dan spesifikasi kayu.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS