Modus Ekspor Ilegal Terbongkar, Purbaya Paparkan Strategi Bea Cukai di Hadapan DPR

Kemenkeu menyampaikan upaya penertiban ekspor komoditas strategis dalam pertemuan bersama Komisi XI DPR RI (Foto: Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

PARBOABOA, Jakarta - Upaya pemerintah menertibkan ekspor komoditas strategis kembali menjadi sorotan dalam rapat kerja antara Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR RI. 

Di tengah agenda penguatan penerimaan negara, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan berbagai pola pelanggaran yang selama ini digunakan pelaku usaha untuk menghindari bea keluar atas komoditas ekspor.

Rapat kerja tersebut digelar di ruang Komisi XI, Gedung Nusantara I, DPR RI, Jakarta, pada Senin (8/12/2025). Forum ini sedianya membahas dua agenda utama, yakni pengaturan dan pengawasan bea keluar serta penanaman modal negara (PMN) dalam APBN 2025.

Berdasarkan pantauan, Purbaya tiba di lokasi sekitar pukul 10.45 WIB, didampingi jajaran Kementerian Keuangan, di antaranya Direktur Jenderal Strategi Ekonomi Fiskal, Febrio Kacaribu, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budi Utama. 

Rapat sendiri baru dimulai pukul 13.10 WIB akibat adanya perubahan jadwal mendadak di lingkungan DPR.

Ketua Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun, menjelaskan bahwa rapat terpaksa digabung karena sejumlah pimpinan fraksi harus mengikuti rapat Badan Musyawarah.

“Kita harus menyatukan rapat ini karena beberapa hal mengalami perubahan mendadak, termasuk pimpinan fraksi yang harus menuju rapat Bamus,” kata Misbakhun mengutip siaran langsung di youtube TVR Parlemen.

Dalam forum tersebut, Purbaya secara terbuka memaparkan praktik penyelundupan yang kerap terjadi pada komoditas ekspor yang dikenakan bea keluar seperti sawit, kayu kulit, biji kakao, tembaga, hingga bauksit. 

Berdasarkan hasil pengawasan, terdapat sedikitnya empat modus utama yang digunakan untuk menghindari pungutan negara.

“Dalam pelaksanaannya terdapat empat modus pelanggaran yang paling sering ditemukan, yaitu penyelundupan langsung, kesalahan administratif dalam pemberitahuan, penyamaran ekspor melalui modus antar pulau, serta upaya penyembunyian dengan mencampur barang ilegal dengan yang legal,” kata Purbaya dalam rapat.

Ia menjelaskan bahwa manipulasi administratif biasanya dilakukan dengan memberikan informasi yang tidak sesuai terkait jumlah barang, jenis komoditas, hingga klasifikasi tarif. 

Untuk modus antar pulau, barang ekspor disamarkan seolah-olah sebagai pengiriman domestik. Sementara itu, metode penyembunyian dilakukan dengan mencampur komoditas ilegal bersama barang yang legal, dan penyelundupan langsung dilakukan tanpa dokumen resmi.

Pendekatan Berlapis

Menghadapi berbagai praktik tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperketat pengawasan melalui pendekatan berlapis yang dilakukan sejak sebelum barang keluar dari pelabuhan hingga setelah proses ekspor berlangsung.

Pada tahap pre-clearance, penguatan dilakukan lewat operasi intelijen untuk memetakan titik rawan ekspor ilegal, pertukaran data dengan kementerian dan lembaga terkait, analisis anomali komoditas, penguatan manajemen risiko, serta pengawasan terhadap entitas.

Di tahap clearance, dilakukan analisis dokumen ekspor, pemanfaatan teknologi gamma ray dan X-ray, patroli laut, serta sinkronisasi data dengan instansi lain untuk memastikan kewajiban penerimaan negara bukan pajak (PNBP) telah dipenuhi.

Sementara pada tahap post-clearance, dilakukan joint program dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengidentifikasi potensi perpajakan serta pelaksanaan post-clearance audit bersama Kementerian Perdagangan.

“Pendekatan lintas sektor ini memastikan bahwa setiap potensi pelanggaran pada komoditas bea keluar dapat terdeteksi secara menyeluruh,” papar Purbaya.

Rapat kerja ini dijadwalkan selesai sebelum pukul 15.00 WIB dan menjadi bagian dari rangkaian pembahasan kebijakan fiskal tahun anggaran 2025, khususnya dalam upaya memperkuat pengawasan perdagangan luar negeri serta menjaga penerimaan negara dari sektor sumber daya alam.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS